Baru-baru ini banyak kalangan yang heboh masalah NII, tapi penyelesaian yang sekiranya baik untuk tidak terlalu mendeskriminasi salah satu golongan sepertinya blelum jg da. tapi udahlah g'usah bingung ngurusi yang gitu-gituan, lebih baik kita sharing pengetahuan tentang agama-agama asli nusantara untuk lebih mengenal kekayaan budaya kita...betul gak.....??? ok lgsung ke TKP
Agama Asli Nusantara adalah agama-agama tradisional yang telah ada sebelum agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu masuk ke Indonesia.
Mungkin banyak di kalangan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mengetahui bahwa sebelum agama-agama "resmi" (agama yang diakui); Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha, kemudian kini Konghucu, masuk ke Nusantara atau Indonesia, di setiap daerah telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti:
Mungkin banyak di kalangan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mengetahui bahwa sebelum agama-agama "resmi" (agama yang diakui); Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha, kemudian kini Konghucu, masuk ke Nusantara atau Indonesia, di setiap daerah telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti:
- Sunda Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda di Kanekes, Lebak, Banten
- Sunda Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal sebagai agama Cigugur (dan ada beberapa penamaan lain) di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat
- Buhun di Jawa Barat
- Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur
- Parmalim, agama asli Batak
- Kaharingan di Kalimantan
- Tonaas Walian di Minahasa, Sulawesi Utara
- Tolottang di Sulawesi Selatan
- Wetu Telu di Lombok
- Naurus di Pulau Seram di Propinsi Maluku
Didalam Negara Republik Indonesia, agama-agama asli Nusantara tersebut didegradasi sebagai ajaran animisme, penyembah berhala / batu atau hanya sebagai aliran kepercayaan.
Hingga kini, tak satu pun agama-agama dan kepercayaan asli Nusantara yang diakui di Republik Indonesia sebagai agama dengan hak-hak untuk dicantumkan di KTP, Akta Kelahiran, pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil, dsb.
Seiring dengan berjalannya waktu dan jaman, Agama Asli Nusantara semakin punah dan menghilang, kalaupun ada yang menganutnya, biasanya berada didaerah pedalaman seperti contohnya pedalaman Sumatera dan pedalaman Irian Jaya.
Di Indonesia, aliran kepercayaan yang paling banyak penganutnya adalah Agama Buhun. Data yang terekam oleh peneliti Abdul Rozak, penulis Teologi Kebatinan Sunda, menunjukkan jumlah pemeluk agama ini 100 ribu orang.
Jika angka ini benar, Agama Buhun jelas salah satu aliran kepercayaan terbesar di Indonesia, yaitu 25 persen dari seluruh penghayat aliran kepercayaan. Data Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2003 mengungkapkan, dari 245 aliran kepercayaan yang terdaftar, sementara keseluruhan penghayat mencapai 400 ribu jiwa lebih.
Tetapi agama asli Indonesia yang paling terkenal adalah Kejawen.
Kejawen (bahasa Jawa Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan suku-bangsa lainnya yang menetap di Jawa.
Penamaan "Kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, Kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia.
Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion of Java. Olehnya Kejawen disebut "Agami Jawi".
Penganut ajaran Kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah").
Ajaran Kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Dalam pandangan demikian, Kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya. Hampir tidak ada kegiatan perluasan ajaran (misi) namun pembinaan dilakukan secara rutin.
Simbol-simbol "laku" biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang (termasuk penghayat Kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan Kejawen dengan praktek klenik dan perdukunan.
Ajaran-ajaran Kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen.
Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.
Terdapat ratusan aliran Kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktekkan ajaran agama (lain) tertentu.
Beberapa aliran dengan anggota besar
- Sumarah
- Susila-Budi-Dharma (Subud)
- Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu)
- Sapta Dharma
Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon, penghayat ajaran Syekh Siti Jenar (juga bersifat sinkretik), dan ajaran Samin (yang menentang kapitalisme dan kolonialisme melalui cara spiritual dan perubahan tingkah laku).
0 komentar:
Posting Komentar