Selasa, 29 Maret 2011

Islam Malaysia

Islam Malaysia


A.Geografi Malaysia
 Malaysia terkategori negara yang makmur di kawasan Asia Tenggara, ibu kotanya adalah Kuala Lumpur jumlah penduduk 23, 092940 juta jiwa (perkiraan juli 2003) kepala negara dipimpin oleh seorang perdana mentri sedangkan bentuk pemerintahannya adalah kerajaan konstitusional.
Malaysia termasuk salah satu negara Asia Tenggara dengan tingkat perekonomian paling maju dengan ikon menara kembar (twin tower) sebagian kalangan di negeri jiran itu menganggap arsitektur kembar merupakan salah satu bangunan tertinggi di dunia di samping itu, mempunyai arti khusus menara simbol kerukunan.
Tidak berbeda dengan Indonesia, penduduk Malaysia adalah penganut Islam, etnis mongoloid melanition. Islam pun menjiwai segenap aspek kehidupan. Sejak merdeka dari Inggris pada 31 Agustus 1956. Pemerintahan menerapkan kebijakan yang berlandaskan pada nilai – nilai Agma. Hal tersebut telah dituangkan dalam konstitusi negara. Segenap warga etnis melayu dianggap beragama Islam. Meskipun demikian, konstitusi secara teoritis juga menjamin beragama
Bahasa Resmi malasyia adalah Bahasa melayu selain itu, Malaysia juga menggunakan bahasa Inggris, cina ( kanton, mandarin, Hokkien, Hakka, Hainan, foochow) Tamil, Telugu, malayam, Punjabi, Thai. Malaysia terdiri dari 13 negara bagian dan 3 teriotori federal, yaitu, johor, kedah, kelantan, Labuan, melaka, negeri sembilan, pahang perak, perlis, pulau pinang, putra jaya, sabah, serawak, selagor, Terenggam, wilayah persekutuan.
Pada saat Malaysia dipimpinan pedana mentri Mahathir Mohammad. Ia juga mencanangkan program modernisasi berdasarkan dua kebijakan utama :
Pertama, Islam memperoleh keistimewaan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Ini mencakup upaya penanaman nilai-nilai dan identitas islam, membangun institusi keislaman serta membuka hubungan lebih luas dengan dunia islam.
Kedua, meneruskan kebijakan affirmative action yang telah dimulai pada tahun 70-an, yakni memberikan keistimewaan kepada etnis melayu yang muslim untuk menduduki pos-pos penting di pemerintahab maupun dalam pendidikan.
B. Sejarah Kedatangan Islam
Sebenarnya tidak ada kejelesan mengenai kapan islam tersebar di Malaysia. Sehingga menimbulkan berbagai macam teori:
1. Wan Husain Azmi, mengungkapkan sebuah teori:
Islam pertama kali sampai di Malaysia pada abad pertama hijriah. Pada abad pertama hijriah orang islam arab telah sampai di gugusan melayu.
2. Fatmi mengatakan:
Islam datang pertama kali sekitar abad 8 hijriah.atau pada abad ke 14 masehi. Ia menemukan batu bersurat di Trengganu pada tahun 702 hijriah/1302 M.
3. Majun mengatakan;
Islam tiba di Malysia pada abad ke 15 dan 16 Masehi, Namun teori dari fatmi dan majun belum Valid. Penemuan batu nisan di tanjung inggris, Kedah. Pada tahun 1965. Tertulis nama Syekh Abdul Qadir Ibnu Khusyen Stah 1965 m abad ke 9 M. Ia adalah seorang da’I keturunan Persia.
Anggapan umum bahwa Islam wujud buat pertama kali di Malaysia pada abad ke-10 di Terengganu yang merupakan negeri Melayu pertama untuk memeluk Islam. Hal ini berdasarkan Tugu Peringatan Batu yang ditemui di Kuala Berang, Terengganu.
Pengaruh Islam terhadap penduduk asli Malaysia, yaitu berakal dalam-dalam. Sejak mereka dibuang kepercayaan animesme dan memeluk Islam selama masa kerajaan Malaka (abad XV), bangsa Melayu tak pernah berubah agama.
Pada tahun 1303, Sultan Muzaffar Shah I (abad ke-12) dari Kedah memeluk Islam dan menjadi raja Melayu pertama yang diketahui untuk berbuat demikian. Bagaimanapun, adalah pemelukan Islam oleh Sultan Megat Iskandar Shah, sebelum itu dikenali sebagai Parameswara, yang merupakan peristiwa penting dalam pemelukan Islam oleh orang-orang Melayu di Malaysia. Baginda telah memeluk Islam selepas perkahwinannya dengan seorang puteri dari Pasai.

C. Bentuk-bentuk Islam yang ada di Malaysia
Ada dua bentuk islam di malasyia 2 yaitu :
1. Ajaran syafi’ I yang merupakan salah satu cabang sunni merupakan mazhab yang utama di Malaysia begitu pun dikawasan terpencil, masih ada unsur sunni dalam ajaran islam mereka.
2. Islam Hadhari
Hadhari berasal dari kata hadhara yang maknanya hadhir adalah islam realitas, jadi islam hadhari adalah islam yang realitas. Realitas berarti yang sebenarnya, yang betul – betul islam, yang murni dan hakiki atau islam seperti yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Islam Hadhari atau islam progresif ini di perkenalkan oleh mantan perdana mentri malasyia yaitu Tun Abdullah Ahmad Badawi, untuk menegaskan peranan utama pengetahuan dalam islam ketekunan, kejujuran, keuletan dan pentadbiran diberikan nilai yang sama ia juga mengajak kepada orang – orang islam agar menjadi menyeluruh, bertoleransi dan berpandangan kedepan
 Konsep Islam Hadhari
Penerapan konsep islam Hadhari membawa Malaysia mencapai prestasinya. Konsep ini pertama kali di perkenalkan oleh perdana mentri Abdullah Ahmad Badawi, dalam pidatonya di hadapan dewan umum partai UMNO, September 2004 islam Hadhari adalah sebuah konsep tatanan kehidupan beragama untuk mewujudkan kemajuan umat di segala bidang. Islam Hadhari merupakan upaya untuk membawa umat islam kembali kedasar dan fundamental islam sesuai Al Qur’ an dan hadis yang menjadi landasan munculnya konsep islam Hadhari adalah untuk menjawab tantangan dinegara- negara mayoritas muslim yang mana segala upaya perlu dilaksanakan guna menuju penguasaan ilmu dan teknologi dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai keislaman.
 Ada sepuluh prinsip islam Hadhari yaitu :
a. Iman dan Taqwa kepada Allah
b. Pemerintahan yang adil dan dipercaya
c. Kebebasan dan kemerdekaan rakyat
d. Penguasaan Ilmu Pengetahuan
e. Perkembangan Ekonomi yang seimbang
f. Taraf hidup yang memadai bagi semua golongan
g. Perlindungan hak kaum minoritas dan wanita
h. Integritas moral dan budaya
i. Perlindungan lingkungan hidup
j. Pertahanan yang kuat
Menurut Abdullah Ahmad Hadhari pendekatan Islam diharapkan dapat membawa kemajuan bagi umat Islam di negara Malaysia dan bermanfaat bagi pembangunan Malaysia sehingga pendekatan Islam Hadhari ini adalah tujuan yang panjang untuk memastikan umat Islam serta orang melayu menjadi maju dan berjaya dakwah Islam di Malaysia.

D. Politik dan pemerintahan Malaysia
Sistem pemerintahan di Malaysia bermodelkan sistem parlementer Westminster, warisan Penguasa Kolonial Britania. Tetapi di dalam praktiknya, kekuasaan lebih terpusat di eksekutif daripada di legislatif, dan judikatif diperlemah oleh tekanan berkelanjutan dari pemerintah selama zaman Mahathir, kekuasaan judikatif itu dibagikan antara pemerintah persekutuan dan pemerintah negara bagian. Sejak kemerdekaan pada 1957, Malaysia diperintah oleh koalisi multipartai yang disebut Barisan Nasional (pernah disebut pula Aliansi).
Kekuasaan legislatur dibagi antara legislatur persekutuan dan legislatur negeri. Parlemen bikameral terdiri dari dewan rendah, Dewan Rakyat (mirip "Dewan Perwakilan Rakyat" di Indonesia) dan dewan tinggi, Senat atau Dewan Negara (mirip "Dewan Perwakilan Daerah" di Indonesia).222 anggota Dewan Rakyat dipilih dari daerah pemilihan beranggota-tunggal yang diatur berdasarkan jumlah penduduk untuk masa jabatan terlama 5 tahun. 70 Senator bertugas untuk masa jabatan 3 tahun; 26 di antaranya dipilih oleh 13 majelis negara bagian (masing-masing mengirimkan dua utusan), dua mewakili wilayah persekutuan Kuala Lumpur, masing-masing satu mewakili wilayah persekutuan Labuan dan Putrajaya, dan 40 diangkat oleh raja atas nasehat perdana menteri. Di samping Parlemen di tingkatan persekutuan, masing-masing negara bagian memiliki dewan legislatif unikameral (Dewan Undangan Negeri) yang para anggotanya dipilih dari daerah-daerah pemilihan beranggota-tunggal. Pemilihan umum parlemen dilakukan paling sedikit lima tahun sekali, dengan pemilihan umum terakhir pada Maret 2008. Pemilih terdaftar berusia 21 tahun ke atas dapat memberikan suaranya kepada calon anggota Dewan Rakyat dan calon anggota dewan legislatif negara bagian juga, di beberapa negara bagian. Voting tidak diwajibkan.
Kekuasaan eksekutif dilaksanakan oleh kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri; konstitusi Malaysia menetapkan bahwa perdana menteri haruslah anggota dewan rendah (Dewan Rakyat), yang direstui Yang di-Pertuan Agong dan mendapat dukungan majoritas di dalam parlemen. Kabinet dipilih dari para anggota Dewan Rakyat dan Dewan Negara dan bertanggung jawab kepada badan itu. sedangkan kabinet merupakan anggota parlemen yang dipilih dari Dewan Rakyat atau Dewan Negara.
Pemerintah negara bagian dipimpin oleh Menteri Besar di negeri-negeri Malaya atau Ketua Menteri di negara-negara yang tidak memelihara monarki lokal, yakni seorang anggota majelis negara bagian dari partai majoritas di dalam Dewan Undangan Negeri. Di tiap-tiap negara bagian yang memelihara monarki lokal, Menteri Besar haruslah seorang Suku Melayu Muslim, meskipun penguasa ini menjadi subjek kebijaksanaan para penguasa. Kekuasaan politik di Malaysia amat penting untuk memperjuangkan suatu isu dan hak. Oleh karena itu kekuasaan memainkan peranan yang amat penting dalam melakukan perubahan.




Daftar Pustaka
http://www.google.co.id/search
http://id.wikipedia.org/wiki/Malaysia
http://www.islam.gof.mylejurnal-islammas.Html
http://www.republika.co.id/berita/ensclopedit-islam-digest
http://www.gaulislam.com/malaysiasekularisme.berbalutislam
Zainah Anwar, Kebangkitan Islam di Malaysia, Jakarta, LP3ES, 1990.
DR. Abdur Rahman Haji Abdullah, Pemikiran Islam Di Malaysia, Jakarta, Gema Insani Press, 1997.

Minggu, 27 Maret 2011

Nama Pesepakbola paling Gokil & Kocak Abis




Ini gan:

Mads Junker (DEN)
Ugur Kocak (AUS/Capital City Suns)
Pavel Capek (CZH/Slovan Varnsdorf)
Semen Altman (UKR/Illchivets)
Chen Andong (CHN/XM Guihua)
Tomas Kretek (CZH/Fulnek)
Siim Palu (EST/Haiba)
Fatih Kirik (DEN)
Tai Man Shing (HKG/Kwok Keung)
Lefteris Kon*tolefteros (CYP/Olympos)
Peli (SPN/Velez Rubio)
Dada (BRA/Corinthians AL)
Kaki (SPN/Castro)
Toni Gigi (NED/Stormvogels Telstar)
Kyrylo Silitch (UKR/Dnister)
Marcio Bambu (BRA/Citizen)
Erik Sandal (NOR/Hodd)
Argel Fucks (BRA/Zhejiang)
Mark Bitch (DEN/Viborg)
Kwan Cheuk Shit (HKG)
Mati Fernandez (CHL/Villareal)
Lele (Brazil/Ceara)
Cheng Peng Keong (MCU/Bombeiros)
Mardi Anak Bujang (BRUNEI/QAF)
Panu Autio (FIN/Haemeenlinna)
Gila (POR/Pampilhosa)
Jordi Gatell (SPN)
Duda (POR/Sevilla)
Gula (POR/Vilaverdense)
Edan jonathan bush (HON)
Coro (SPN/Espanyol)
Sergey Semak (RUS/Spartak Moskow)
Michael Maho (FRA/Stade Nyonnais)
Alay Hakan (TUR)
Virginio Asumu (EQG)
Julijan Lebar (SVN)
Jerome Malinge (FRA/Vannes)
Adrien Goni (SPN/Athletic Bilbao)
Huseyin Gocek (TUR)
Antonin Cepek (CZE/Jablonec)
Dmitris Batakos (GRE)
Cassio Pelet (BRA)

Sabtu, 26 Maret 2011

Fenomena Perkembangan Sosial dan Intelektual Islam Abad 20

Fenomena Perkembangan Sosial dan Intelektual Islam Abad 20

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar belakang
Beragamnya corak pemikiran keagamaan yang berkembang dalam sejarah Islam di Indonesia dari Islam yang bercorak sufistik, tradisionalis, revivalis dan modernis hingga neo-modernis dengan jelas memperteguh kekayaan khazanah keIslaman negeri ini. Fenomena ini juga membuktikan beragamnya pengaruh yang masuk ke dalam wacana Islam yang berkembang di kepulauan Nusantara ini.
Sementara itu, menjelang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20—ketika bangsa Indonesia, termasuk kalangan Muslim terpelajarnya berkenalan dengan ide-ide Barat secara lebih intensif telah secara signifikan mempengaruhi cara pandang masyarakat Islam, terutama para cendekiawannya, untuk lebih memahami dan mereaktualisasikan ajaran-ajaran Islam ke dalam realitas sosial mereka. Dalam konteks ini, muncul sejumlah pemikir Muslim Indonesia seperti Moh. Natsir dan Agus Salim, dan beberapa dekade sebelumnya telah muncul berbagai gerakan pembaharuan Islam seperti Muhammadiyah dan Persis yang sudah mulai melibatkan pemikiran keIslaman mereka dengan berbagai tantangan sosial dan budaya bahkan kebangsaan yang mereka hadapi saat itu. Namun demikian, karena pada saat yang hampir bersamaan juga muncul pengaruh pemikiran Islam dari luar, khususnya negeri-negeri Arab, corak pemikiran Islam ini lebih cenderung puritan, sehingga terkadang juga disebut ortodoks.
Hingga paruh pertama abad ke-20, pusat-pusat studi Islam tertinggi bagi kalangan masyarakat Muslim Nusantara masih berada di wilayah Timur Tengah, khususnya Mekah, Saudi Arabia, sebelum akhirnya bergeser ke Kairo, Mesir. Meskipun demikian, patut dicatat adanya beberapa upaya yang dilakukan oleh kalangan terpelajar Muslim pada tahun 1930-an untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan tinggi yang diharapkan setingkat dengan lembaga akademis.
Dalam fenomena perkembangan sosial intelektualisme Islam indonesia tersebut, dalam makalah ini penulis akan mencoba menguraikanya lebih luas dengan menjelaskan beberapa masalah yang kiranya perlu di sampaikan dalam makalah ini.

B.Rumusan Masalah
1.Bagaimanakah perkembangan intelektualisme Islam abad ke 20?
2.Bagaimanakah keadaan sosial Islam abad ke 20?

BAB I
Pembahasan

A.Perkembangan Intelektualisme Islam abad 20
Islam sebagai suatu agama boleh dikatakan memiliki berbagai macam perbedaan di seluruh dunia. Di Indonesia, Islam adalah sebuah fenomena yang menarik dan cukup berbeda dibanding kebanyakan karakteristik Islam di negara lain. Menarik karena semenjak masuknya Islam ke Indonesia, bentuk gerakan dari Islam itu sendiri senantiasa berubah. Di awal masuknya Islam, wadah dari Islam adalah dari perdagangan. Seiring berkembangnya waktu maka Islam masuk ke jalur kerajaan melalui pernikahan dan juga dari segi dakwah/keilmuan. Transformasi bentuk ini semakin menarik di abad 20 dimana secara perlahan tapi pasti kekuatan Islam yang tadinya tersebar secara kedaerahan mulai bersatu menjadi sebuah kekuatan Nasional dan sebuah Identitas bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Beragamnya corak pemikiran keagamaan yang berkembang dalam sejarah Islam di Indonesia dari Islam yang bercorak sufistik, tradisionalis, revivalis dan modernis hingga neo-modernis dengan jelas memperteguh kekayaan khazanah keIslaman negeri ini. Fenomena ini juga membuktikan beragamnya pengaruh yang masuk ke dalam wacana Islam yang berkembang di kepulauan Nusantara ini.
Sementara itu, menjelang akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 ketika bangsa Indonesia, termasuk kalangan Muslim terpelajarnya berkenalan dengan ide-ide Barat secara lebih intensif telah secara signifikan mempengaruhi cara pandang masyarakat Islam, terutama para cendekiawannya, untuk lebih memahami dan mereaktualisasikan ajaran-ajaran Islam ke dalam realitas sosial mereka. Dalam konteks ini, muncul sejumlah pemikir Muslim Indonesia seperti Moh. Natsir dan Agus Salim, dan beberapa dekade sebelumnya telah muncul berbagai gerakan pembaharuan Islam seperti Muhammadiyah dan Persis yang sudah mulai melibatkan pemikiran keIslaman mereka dengan berbagai tantangan sosial dan budaya bahkan kebangsaan yang mereka hadapi saat itu. Namun demikian, karena pada saat yang hampir bersamaan juga muncul pengaruh pemikiran Islam dari luar, khususnya negeri-negeri Arab, corak pemikiran Islam ini lebih cenderung puritan, sehingga terkadang juga disebut ortodoks.
Hingga paruh pertama abad ke-20, pusat-pusat studi Islam tertinggi bagi kalangan masyarakat Muslim Nusantara masih berada di wilayah Timur Tengah, khususnya Mekah, Saudi Arabia, sebelum akhirnya bergeser ke Kairo, Mesir. Meskipun demikian, patut dicatat adanya beberapa upaya yang dilakukan oleh kalangan terpelajar Muslim pada tahun 1930-an untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan tinggi yang diharapkan setingkat dengan lembaga akademis.
Pada era 1970-an, wacana pembaharuan pemikiran keIslaman semakin marak. Generasi muda dari kalangan terpelajar Muslim pada dekade ini sudah lebih menunjukkan kecenderungan pemikiran yang tidak lagi normatif memandang agama. Mereka tidak seperti pada masa Islam yang bercorak mistis dan sufistik kemudian lebih tertarik dengan pemahaman keIslaman yang berdasarkan kepada pendekatan-pendekatan empiris dan historis di dalam pembentukan visi keagamaannya. Hal itu, misalnya, dengan tepat digambarkan oleh Richard C. Martin, Mark R. Woodward dan Dwi S. Atmaja yang mengatakan bahwa:
Indonesian Muslim intellectuals are increasingly concerned with the questions of the proper role of Islam in national development and how Islamic values can be reconciled with Western rationalism, rather than with the nature of an Islamic state...What distinguishes thinkers associated with this movement from earlier modernists is the combination of empirical and historical approaches they employ in formulating a vision of an Islamic society.
Perkembangan intelektualisme Islam pada abad 20 sendiri juga ditandainya dengan lahirnya penulis muslim Nusantara yang telah mempersembahkan karya-karya besar mereka, seperti Buya Hamka, Ahmad Hasan, Hasbi As-Shiddiqi, Mahmud Yunus dan Quraish Shihab. Dalam catatan Federspiel, banyak karya intelektual Indonesia abad ini yang menempati deretan utama dalam perkembangan pemikiran Islam di Asia Tenggara. Diantara cabang-cabang keIslaman yang menjadi perhatian para intelektual muslim Indonesia sejak abad 17–20 tersebut meliputi Teologi, Fiqh, Hadits, Tasawuf dan Tafsir al-Qur’an.
B.Fenomena Sosial Islam Abad 20
Suatu kenyatan tidak dapat dipunkiri lagi, tinbulya keinginan dari kalangan keilmuan untuk dapat berfikir secara interagatif, hal ini sebagai akibat disadarinya pendidikan yang lemah walaupun adanya politik etis yang dijadikan panduan dasar untuk perubahan Negara-negara, tidak lain dan tidak bukan hanya dibuat jalan mulus oleh Belanda untuk mengekang masyarakat muslim Indonesia dengan semboyan politik etis mengarah pada tiga hal diantaranya; edukasi (pendidikan), emigrasi (perpindahan penduduk), irigasi (perairan) tujuannya adanya politik etis mengara pada sector pendidikan untuk memperalat masyarakat muslim dan mengheomoni ilmu penetahua Islam diantaranya membangun sekolahan HIS, MOLO dan lain-lain, sedankan untuk pengetahuan Islam tidak bisa bergerak.
Aliansi dari aliansi perubahan fenomena sosial berubah dengan berakhirnya penjajahan belanda degan digantikan imprealisme baru yaitu jepang pada tahun 1942 dengan tujuan membantu kemerdekaan Indonesia. Perubahan sosial dan pergerakan-pergerakan menjadi tolak ukur pada abad- 20 yang mewarnai masyakat muslim Indonesia, pada kedudukan jepan ini, memberi kebebasan baik dalam dunia pendidikan maupun sistem sosial. Sebagaimana perkataan Clifford Gertz bahwa perkembangan pesatren selain mengerjakan pembaharuan Islam dengan membersikan agama Islam dari pengaruh adat, juga mengakibatkan terwujudnya komonitas haji, ulama, santri, dan pedagang,dan lain-lainnya. Tahapan perubahan sosial kita bisa lihat dengan kejadian-kejadian diantarannya sebaai beriktut:
1.Tahapan pertama bisa saja dilihat dari pertumbuhan pesatren yang tidak dapat dilepaskan hubungan dengan bertumbuhnya jumlah haji di Indonesian. Itulah mengapa, pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, fenomena gerakan sosial yang digerakkan para pemuka agama (haji atau kiai) merebak di berbagai daerah. Dengan penuh pertimbangan politis, pemerintah menerapkan Ordonansi 1859, sebuah pembatasan perjalanan dan monitoring aktivitas jama’ah haji. Namun, meski ordonansi itu diterapkan, peran para haji tetap hidup dalam gerakan-gerakan sosial, seperti Arpan (Ciomas), Kasan Mukmin (Sidoarjo), Dermodjojo (Kediri), hingga Haji Misbach (Solo). Meningkatnya jumlah jamaah haji ini dapat dilihat perkembangannya pada tahun 1860 hanya 2 ribu orang, tetapi pada tahun 1880 meningkat menjadi 10 ribu orang, dan pada abad-20 atau tahun 1926 menjadi 50 ribu jamaah haji.
2.Tahapan kedua dengan adanya terekat yan mengalami kemerosotan pada awal abad 20 karena berkembangnya organisasi modern Islam bersifat sosial dan politik, terutama Sarekat Islam. Walaupun SI merupakan organisasi modern dengan pemimpin-pemimpin berpendidikan barat, cabang-cabang lokalnya ada yang mirip sekte messianis atau tarekat, khususnya pada masa awalnya. Cokroaminoto kadang-kadang disambut sebagai ratu adil dan diminta membagikan air suci; ada juga kyai tarekat yang masuk SI dengan semua penganutnya dan berusaha mempergunakan SI sebagai wajah formal tarekatnya.
Fenomena yang paling menonjol pada masa itu, bahwa banyak aliran agama menunjukkan aktivisme politik dan sosial. Namun setelah pemberontakan-pemberontakan 1926 diberantas dan kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda menjadi lebih repressif (dan setelah pemimpin-pemimpin nasionalis dibuang), muncullah aliran-aliran agama baru yang introversionis, yaitu yang berpaling dari aktivitas sosial dan politik kepada penghayatan agama secara individual, dan yang bersifat mistis (sufistik). Dasawarsa 1930-an melihat lahirnya berbagai aliran kebatinan yang masih ada sampai sekarang, seperti Pangestu dan Sumarah, dan juga masuk dan berkembangnya dua tarekat baru, yaitu Tijaniyah dan Idrisiyah.
Korelasi antara represi politik dengan timbulnya aliran sufistik yang introversionis terlihat lebih jelas ketika partai Masyumi dibubarkan. Neo-tarekat seperti Shiddiqiyah, dan juga Islam Jama'ah timbul di kalangan bekas penganut Masyumi di Jawa Timur. Dan pada lima tahun terakhir ini kita menyaksikan bahwa tarekat dan aliran mistik lainnya berkembang dengan pesat, dalam semua kalangan masyarakat - suatu fenomena yang agaknya berkaitan erat dengan depolitisasi Islam.
3.Tahapan ketiga dilihat adanya organisasi yang menjadikan tonggak perubahan sekaligus menjadi acuan masyarakat muslim. Dengan adanya pengaruh globalisasi juga memberikan warna tersendiri pada dinamika organisasi dan pergerakan Islam di Indonesia. Organisasi Islam yang telah mapan secara kultural, struktural maupun institusional yaitu Nahdhlatul Ulama dan Muhammadiyah harus siap bersaing dengan dinamika pergerakan Islam yang semakin berkembang dengan tumbuhnya pergerakan Islam yang mengadopsi atapun menyatakan sebagai bagian ataupun cabang dari organisasi Islam dari luar Indonesia. Diantaranya Hizbut Tahrir, Salafiyah, Jamaah Tabligh, Tarbiyah, ataupun gerakan bawah tanah Jamaah Jihad walaupun kurang menunjukkan eksistensinya dipermukaan.
Interaksi umat Islam Indonesia dengan wacana keagamaan dan dinamikanya tidak mungkin dipisahkan dengan dinamika di luar negeri khususnya Timur Tengah. Karena bagaimanapun organisasi Islam yang telah mapan seperti Nahdhlatul Ulama maupun Muhammadiyah pun terinspirasi dan bisa dikatakan mengadopsi perkembangan wacana keagamaan yang berkembang disana.
Selanjutnya bagaimana perkembangan Ormas-ormas ataupun pergerakan Islam di Indonesia saat ini. Dalam kacamata penulis, untuk mengklasifikasikan peta pergerakan Islam tidak ada salahnya mengadopsi pemetaan dinamika pergerakan Islam berdasarkan model teori-teori perubahan sosial yang bersifat kemasyrakatan atau dalam paradigma sosiologi. Teori paradigma perubahan sosial dicetuskan pertama kali oleh seorang sosiolog pendidikan Brasil Paulo Freire pada era 70-an, yang kemudian berkembang dalam tataran peta paradigma sosiologi ideologis yang dikembangkan Burnell Morgan diera 80-an. Dari para analis sosiologi ini madzab perubahan sosial akan memetakan bagaimana karakter secara ideologis, metode serta sasaran yang hendak diwujudkan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menghendaki perubahan sosial, yang kemudian bisa dibagi kedalam 3 madzab.
Madzab pertama adalah perubahan pasif dan dominatif. Kerangka pola fikir dalam golongan ini adalah lebih dekat dengan pola gerakan salafiyah dalam pergerakan Islam. Sedangkan dalam tataran metode kesadaran sosial disebut dengan kesadaran magis. Penganut madzab ini lebih dekat dengan kelompok Islam yang hanya menyandarkan orientasi gerak dibidang ubudiyah dan ansih dengan dinamika politik dan sosial. Dalam pandangan ini perubahan sosial tidak mampu mengetahui hubungan atau kaitan antara satu faktor dengan faktor lainnya untuk melakukan perubahan sosial secara humanis maupun struktural untuk mewujudkan perubahan tatanan sosial secara global. Organisasi Islam akar rumput seperti Nahdhlatul Ulama dan kalangan tradisional serta derivatnya cukup dominan mewakili madzab ini. Karena kerangka orientasi model organisasi seperti ini adalah lebih pada upaya mempertahankan dominasi kultur dan tradisi yang telah mapan dan dianut masyarakat Indonesia, begitu pula dalam keagamaan
Madzab kedua adalah perubahan Reformatif. Dalam pandangan yang kedua ini perubahan sosial lebih dititik beratkan pada perubahan humanis, yaitu untuk membangun kesadaran individu dalam aspek manusiawi sebagai akar dari perubahan sosial yang hendak diwujudkan, sehingga juga disebut dengan perubahan sosial dengan kesadaran naif. Dalam pandangan madzab ini model pergerakan Islam modern seperti Muhammadiyah dan derivatnya cukup mewakili.
Sedangkan Madzab ketiga adalah perubahan transformatif. Dalam pandangan ini perubahan sosial dibangun dengan kesadaran kritis revolusioner. Dalam paradigma kesadaran kritis, inti permasalahan dan perubahan sosial adalah pada struktural dalam sistem tatanan sosial, politik, ekonomi, budaya dan bidang lainnya. Sehingga perubahan sosial dapat diwujudkan melalui dialektika thesa dan antithesa untuk membangun struktur yang secara fundamen baru dan terlepas dari struktur yang ada yang dianggap rusak dan penyebab ketidakadilan.
Dari ketiga klasifikasi madzab perubahan sosial ini tidak berdasarkan nilai-nilai dogmatis keagamaan bahwasanya madzab yang yang satu lebih benar ketimbang madzab lainnya, namun lebih berdasarkan metode dan mekanisme transfer nilai yang ditawarkan dan dikembangkan masing-masing madzab. Madzab-madzab ini akan menentukan bagaimana platform pergerakan Islam, kepemimpinan, serta pola fikir yang dianut pengikutnya yang menjadi nilai idealisme yang diperjuangkan untuk melakukan perubahan sosial.

Kamis, 17 Maret 2011

Teori Gerak Sejarah Oswald Spengler


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah berasal dari bahasa Arab “syajaratun” yang berarti pohon. Kata ini memberikan gambaran pendekatan ilmu sejarah yang lebih analogis karena memberikan gambaran pertumbuhan peradaban manusia dengan “pohon” yang tumbuh dari biji yang kecil menjadi pohon yang rindang dan berkesinambungan. Oleh karena itu, untuk dapat menangkap pelajaran atau pesan-pesan sejarah di dalamnya memerlukan kemampuan pesan-pesan yang tersirat sebagai ibarat atau ibroh di dalamnya.[1]
Menurut Muthahhari, ada tiga cara mendefinisikan sejarah dan ada tiga disiplin kesejarahan yang saling berkaitan, yaitu :
1.      Sejarah tradisional (tarikh naqli) adalah pengetahuan tentang kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan kemanusiaan di masa lampau dalam kaitannya dengan keadaan-keadaan masa kini.
2.      Sejarah ilmiah (tarikh ilmy) yaitu pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau yang diperoleh melalui.pendekatan dan analisis atas peristiwa-peristiwa masa lampau.
3.      Filsafat sejarah (tarikh falsafi) yaitu pengetahuan tentang perubahan-perubahan bertahap yang membawa masyarakat dari satu tahap ke tahap lain, ia membahas hukum-hukum yang menguasai perubahan-perubahan ini. Dengan kata lain, ia adalah ilmu tentang menjadi masyarakat, bukan tentang mewujudnya saja.[2]
Pendapat lain tentang sejarah dikemukakan oleh Hugiono dan Poerwantara bahwa dalam penulisan sejarah perlu dibedakan terlebih dahulu antara sejarah dalam kerangka ilmiah, dan sejarah dalam kerangka filosofis.[3]
Dalam makalah ini penulis akan mencoba menguraikan sejarah dari segi filsafat sejarah yang  terfokus pada pemikiran teori gerak sejarah Oswald Spengler.
 
B.     Rumusan Masalah
Adapun didalam pembahasan yang akan didiskusikan agar tidak keluar dan menyimpang dari semua yang tertulis dalam makalah ini, maka perlu adanya rumusan masalah agar makalah lebih sistematis dan terarah.
1.      biografi singkat Oswald Spengler
2.      teori gerak sejarah Oswald Spengler
3.      manfaat mempelajari filsafat sejarah
C.     Tujuan penulisan
Penulisan makalah ini dengan judul “Teori Gerak Sejarah Oswald Spengler” ditulis dengan tujuan:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat sejarah.
2.      Untuk mengembangkan dan mengamalkan ilmu yang ada..
3.      Selain itu, penulisan makalah ini juga menjadi sarana pengembangan diri untuk kemajuan mahasiswa kedepan.

 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Singkat Oswald Spengler
Oswald Spengler lahir di Blankenburg (Harz) di Jerman Tengah pada tahun 1880, anak tertua dari empat anak, dan satu-satunya anak laki-laki. Ayahnya, yang semula teknisi pertambangan dan berasal dari garis panjang mineworkers, adalah seorang pejabat di pos Jerman birokrasi, dan ia memberikan keluarganya dengan sederhana namun nyaman di rumah kelas menengah.
oswald spengler
Ketika ia berusia sepuluh tahun keluarganya pindah ke kota universitas Halle. Spengler menerima pendidikan Gymnasium klasik, mempelajari bahasa Yunani, Latin, matematika dan ilmu alam. Disini juga ia mengembangkan afinitas kuat untuk seni – khususnya puisi, drama, dan musik.
Spengler pada umur 21 tahun. Spengler mempelajari bidang studi budaya klasik, matematika, dan ilmu-ilmu fisik. Pendidikan universitasnya sebagian besar dibiayai oleh sebuah warisan dari almarhum bibi. Ia gagal dalam ujian pertamanya, tetapi ia lulus di ujian kedua pada tahun 1904 dan kemudian ia menulis disertasi sekunder yang diperlukan untuk memenuhi syarat sebagai guru sekolah tinggi. Kemudian ia pindah ke Düsseldorf dan akhirnya Se Hamburg. Dia mengajar matematika, fisika, sejarah dan sastra jerman.
Dia menetap di Munich, di sana untuk menjalani kehidupan sarjana yang independen / filsuf. Dia mulai menulis sebuah buku pengamatan politik.  Awalnya untuk menjadi berjudul Konservatif dan Liberal, itu direncanakan sebagai sebuah eksposisi dan penjelasan tentang tren saat ini di Eropa – yang mempercepat perlombaan senjata, Entente “pengepungan” di Jerman, sebuah suksesi krisis internasional, meningkatkan polaritas dari bangsa-bangsa – dan mana mereka memimpin. Namun pada akhir 1911 ia tiba-tiba tersentak oleh gagasan bahwa peristiwa hari hanya dapat ditafsirkan dalam “global” dan “total-budaya” istilah. Dia melihat Eropa sebagai berbaris pergi untuk bunuh diri, langkah pertama menuju kematian terakhir budaya Eropa di dunia dan dalam sejarah.
Perang Besar 1914-1918 hanya membenarkan dalam pikirannya keabsahan tesis yang sudah dikembangkan. Pekerjaan yang direncanakannya terus meningkat dalam lingkup yang jauh melampaui batas aslinya.
Pada tahun 1922 Spengler mengeluarkan edisi revisi jilid pertama yang berisi koreksi kecil dan revisi, dan tahun setelah melihat penampilan jilid kedua, dia kemudian puas dengan pekerjaan, dan semua tulisan-tulisan dan pernyataan-pernyataan.
Dengan memnanfaatkan pendekatan physiogmatic, Spengler yakin akan kemampuannya untuk memecahkan teka-teki sejarah.[4]
B.     Teori gerak sejarah Oswald Spengler.
Jiwa dari teori-teori sejarah beranggapan bahwa sejarah itu merupakan suatu gerak yang tumbuh dan berkembang secara evolusi atau perubahan secara alami.[5]
Dalam proses evolusi sejarah, peran manusia sangat menentukan sekali. Bahkan, manusia menjadi inti masalah dari gerak sejarah itu sendiri. Oleh karena manusia eksistensinya begitu kompleks, maka para sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan gerak sejarah.
Menurut Ankersmit, umumnya  terdapat  tiga hal yang  menjadi  kajian  filsafat   sejarah  spekulatif,  yaitu pola  gerak  sejarah,  motor  yang menggerakkan proses sejarah, dan tujuan gerak sejarah.[6]
Kini  mari  kita  beralih  pada  uraian  tentang seorang filosof sejarah lain  yaitu Oswald Spengler(meninggal pada  tahun 1936 ). Karya Oswald Spengler yang berpengaruh adalah Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh hukum alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan, manusia dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh hukum siklus sebagai wujud dari fatum. Hukum itu tampak pada siklus:
No
Alam
Manusia
Tumbuhan
Hari
Kebudayaan
1
Musim semi
Masa pemuda
Masa pertumbuhan
Pagi
Pertumbuhan
2
Musim panas
Masa dewasa
Masa berkembang
Siang
Perkambangan
3
Musim rontok
Masa puncak
Masa berbuah
Sore
Kejayaan
4
Musim dingin
Masa tua
Masa rontok
Malam
Keruntuhan
Tiap-tiap masa pasti datang menurut waktunya, itulah keharusn alam yang mesti terjadi. Seperti halnya historical materialism, paham Spengler tentang kebudayaan pasti runtuh apabila sudah melewati puncak kebesarannya. Oleh sebab itu keruntuhan suatu kebudayaan dapat diramalkan terlebih dahulu menurut perhitungan. Suatu kebudayaan mendekati keruntuhan apabila kultur sudah menjadi Civilization (kebudayaan yang sudah tidak dapat tumbuh lagi). Apabila kultur sudah kehilangan jiwanya, maka daya cipta dan gerak sejarah akan membeku.
Gerak sejarah tidak bertujuan sesuatu kecuali melahirkan, membesarkan, mengembangkan, meruntuhkan kebudayaan. Spengler menyelidikinkebudayaan Barat dan setelah membandingkan kebudayaan Barat dengan sejarah kebudayaan-kebudayaan yang sudah tenggelam, ia berkesimpilan:
a.       Kebudayaan Barat sampai pada masa tua (musim dingin), yaitu civilization
b.      Sesudah civilization itu kebudayaan Barat pasti akan runtuh
c.       Manusia Barat harus dengan bersikap berani menghadapi keruntuhan itu
d.      Mempelajari sejarah tujuannya ialah untuk mengetahui suatu kebudayaan didiagnose seperti seorang dokter menentukan penyakit si penderita. Nasib kebudayaan dapat diramalkan, sehingga untuk seterusnya kebudayaan itu dapat menentukan sikap hidupnya.
C.     Manfaat Mempelajari Filsafat Sejarah.
Diantara manfaat-manfaat mempelajari filsafat sejarah adalah sebagai berikut:
1.      Ahli filsafat memberikan pertimbangan untuk menjadi seorang sejarawan yang ulung, tidak mutlak perlu memiliki pengetahuan filsafat sejarah. Karena banyak sejarawan ulung tak pernah menekuni masalah-masalah filsafat sejarah. Tetapi yang ditawarkan oleh seorang ahli filsafat bagi sejarawan adalah dapat mempertajam kepekaan kritis seoran peneliti sejarah. Setiap orang mungkin merasa kecewa dan bertanya lalu apa manfaatnya penelitian seperti dilakukan oleh filsafat sejarah. Bila seorang filsuf sejarah tidak dapat memberikan sumbangan pikiran yang membantu seorang ahli sejarah agar dapat melangkah dari bahan sumber-sumber sejarah menuju sebuah monografi, dan
2.      Dengan dilatarbelakangi filsafat sejarah seorang peneliti sejarah lebih mampu mengadakan suatu penilaian pribadi menganai keadaan pengkajian sejarah pada suatu saat tertentu. Bahkan sekedar pangetahuan mengenai filsafat sejarah mutlak perlu,agar dapat mengapresiasi pengkajian sejarah masa kini dengan memuaskan. Dalam pemgkajian sejarah terdapat banyak aliran yang oleh pendukungnya masing-masing diiklankan dengan ramai, sehungga perlu diadakan suatu pilihan. Disini pun pengetahuan mengenai filsafat sejarah ada manfaatnya.setiap ahli sejarah yang dengan sungguh-sungguh menekuni profesinya, mau tidak mau menganut beberapa oemdapat yang berakar pada filsafat sejarah.
3.      Para peneliti sejarah sendiri, kalau hanya mengandalkan intuisinya, kadang-kadang sampai pada kesimpulan-kesimpulan mengenai bidang penelitianya yang sukar dapat di pertahankan
4.      Filsafat sejarah tidak mengajarkan bagaimana pengkajian sejarah harus dilakukan. Akan tetapi, filsafat sejarah dapat menawarkan pengertian mengenai untung ruginya berbagai pendekatan terhadap masa silam dan menjadikan kita waspada terhadap pendapat-pendapat keliru mengenai tugas dan tujuan pengkajian sejarah. Tujuan filsafat sejarah diatas telah dijelaskan bahwa filsafat sejarah adalah salah satu bagian filsafat yang ingin menyelidiki sebab-sebab terakhir dari suatu peristiwa serta ingin memberikan jawaban atas sebab dan alasan segala peristiwa sejarah. Walaupun batasan atau pengertian filsafat sejarah agak luas namun sudah menjadi ciri manusia.yang berfikir bahwa ia hendak menyusun pengetahuannya sedemikian rupa, sehingga pengetahuan itu dapat tercakup oleh satu atau dua asas pokok yang prinsip.
Demikian pula halnya disini, dalam usaha merumuskan tujuan filsafat sejarah. Hal ini sangat penting karena dalam rangka studi untuk mendalami filsafat sejarah perlu diketahui apa sebenarnya tujuan utamanya?
Dibawah ini akan diberikan gambaran secara detail, yaitu:
a)      Untuk menyelidiki sebab–sebab terakhir peristiwa sejarah agar dapat           diungkapkan hakekat dan makna yang terdalam tentang peristiwa sejarah.
b)      Untuk Memberikan jawaban atas pertanyaan” kemanakah arah sejarah” serta menyelidiki semua sebab timbulnya perkembangan segala sesuatu yang ada.
c)      Melalui studi mendalam tentang filsafat sejarah, dapat membentuk seseorang memiliki vision atau wawasan dan pandangan yang luas.
d)     Studi filsafat sejarah dapat menjadikan seseorang berfikir analitis kronologis serta arif dan bijaksana atau wisdom.
e)      Filsafat sejarah bertujuan membentuk dan menyusun isi, hakekat serta menberi makna dari pada sejarah menyusun suatu pandangan dunia untuk filsafat sejarah serta pandangan berwawasan nasional untuk filsafat sejarah nasional Indonesia Ruang lingkup Sejarah Filsafat Perkembangan ruang pemikiran filsafat mempunyai hubungan yang sangat erat dengan alam sekitar dan lingkungan.[7]



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Oswald Spengler menjadi terkenal, karena buku yang dittulisnya sangat berpengaruh terhadap jalan pikiran terutama para cendekiawan-cendekiewan Eropa dan Amerika, buku yang ditulinya berjudul “ Der Untergang Des Abenlandes “ atau Decline Of The West yang artinya runtuhnya dunia barat. Didalam tulisanya itu Oswald Spengler berperan seolah-olah sebagai ahli nujum yang dapat meramalkan runtuhnya Eropa.
Ramalan Oswald Spengler tersebut berdasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah itu ditentukan dengan nasib. Untuk mengupas gerak sejarah itu Oswald Spengler mengemukakan sebuah teori yang pada intinya dengan teorinya itu Oswald Spengler berpendapat bahwa sebuah kehidupan suatu kebudayaan sama saja dengan peri kehidupan manusia.
Timbullah persamaan itu disebabkan karena baik kebudayaan maupun kehidupan manusia dikuasai oleh hokum siklus. Sejarah manusia adalah catatan siklus naik-turun tidak berkaitan Budaya Tinggi. Budaya ini dalam realitas kehidupan super-bentuk, yaitu, mereka organik di alam, dan seperti semua organisme harus melewati fase lahir-hidup-mati
.

 DAFTAR PUSTAKA

http://aton29.wordpress.com
Suryanegara, Ahmad Mansur 1995, Menemukan Sejarah, Bandung: Mizan.
Ankersmit, F.R 1987, Refleksi  tentang  Sejarah;  Pendapat-pendapat  Modern  tentang  Filsafat Sejarah, Jakarta: Gramedia.
Poerwantara dan Hugiono 1992, Pengantar Ilmu Sejarah, Semarang: Rineka Cipta.
R.Moh.Ali 1963, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, Jakarta: Bhrata.
Muthahhari, Murthada 1984, Perspektif al-Qur’an tentang Manusia dan Agama, Bandung: Mizan.





               TEORI GERAK SEJARAH OSWALD SPENGLER

                                                       ”MAKALAH”

                                    Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
                                                    " Filsafat Sejarah "
 


             oleh: 
Miftachul Huda         :  A02208008

 Dosen Pembimbing: 
Dr. Ahwan Mukarrom, MA



FAKULTAS ADAB
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2010


[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah (Bandung: Mizan, 1995), hal. 20.
[2] Murthada Muthahhari, Perspektif al-Qur’an tentang Manusia dan Agama (Bandung: Mizan, 1984), hal. 65-67.
[3] Hugiono dan Poerwantara, Pengantar Ilmu Sejarah (Semarang: Rineka Cipta, 1992), hal. 4.
[4] http://aton29.wordpress.com
[5] Ibid, hal 47
[6] F.R. Ankersmit, Refleksi  tentang  Sejarah;  Pendapat-pendapat  Modern  tentang  Filsafat Sejarah(Jakarta: Gramedia, 1987)
[7] Moh.Ali.R.,Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia.(Bhrata:Jakarta, 1963)hal.44